Pernahkah kita membayangkan siapa pewaris karakter terbesar bagi tubuh
kita? Kemungkinan banyak orang pernah berfikir demikian, tetapi belum
mengetahui jawabannya. Teori-teori terdahulu menyebutkan karakteristik dan
sifat-sifat bawaan seorang anak diwariskan dari ibu dan ayahnya dalam proporsi
50 : 50, yang berarti ayah dan ibu mewariskan karakter pada anaknya dalam
jumlah yang sama.
Lalu bagaimana fakta menurut ilmu biologi sekarang yang sudah berkembang
pesat dari zaman dahulu? Penelitian biologi molekuler terbaru mencoba menjawab
permasalahan pewarisan sifat anak dari ayah dan ibunya. Penelitian biologi
molekuler terbaru menemukan bahwa seorang ibu mewariskan 75% unsur genetik
kepada anaknya, sedangkan ayah hanya 25%. Oleh karena itu, sifat baik,
kecerdasan dan kesolehan seorang anak sangat ditentukan oleh sifat baik,
kecerdasan dan kesolehan ibunya. Hadist yang pernah disabdakan Rasulullah SAW,
ternyata memiliki kesesuaian dengan
fakta ini. Ketika seorang sahabat bertanya mana yang harus diprioritaskan
seorang anak, apakah ibunya atau ayahnya, beliau pun menjawab, “Ibumu, ibumu,
ibumu … lalu bapakmu”. Proporsinya tiga berbanding satu (75 : 25).
Mari kita lihat lebih jauh lagi tentang permasalahan ini. Di dalam
sel-sel manusia terdapat sebuah organel yang memiliki fungsi sangat penting dan
strategis, bernama mitokondria. Organel tersebut berbentuk bulat lonjong dan
berongga, selaputnya terdiri atas dua lapis membran. Membran dalam bertonjolan
ke dalam rongga (matriks) dan mengandung banyak enzim pernapasan. Tugas utama
mitokondria adalah memproduksi bahan kimia tubuh bernama ATP (adenosine
triphosphat). Energi yang dihasilkan dari reaksi ATP inilah yang kemudian
menjadi sumber energi bagi manusia.
Mitokondria bersifat semiotonom karena 40% kebutuhan protein dan enzim
dihasilkan sendiri oleh gennya. Mitokondria adalah salah satu bagian sel yang
memiliki DNA sendiri, selebihnya gen dihasilkan di inti sel. Maka ini sangatlah
menarik, mitokondria hanya diwariskan oleh ibu, tidak oeh ayah. Mengapa
demikian? Karena mitokondria berasal dari sel telur bukan dari sel sperma.
Itulah sebabnya, invertasi seorang ibu dalam diri anak mencapai 75%.
Kita dapat menyebutnya sebagai “organel cinta” seorang ibu yang
menghubungkan kita dengan Allah dan alam semesta. Tanpa kehadiran mitokondria,
hidup menjadi hampa, tidak ada energi yang mampu menggelorakan semangat. Tanpa
mitokondria, kita tidak dapat melihat, mendengar, hingga akhirnya tidak bisa
membaca, mencerna dan merasa.
Maka dari itu, janganlah kita heran mengapa kontak batin antara ibu dan
anaknya sangat kuat dan intens. Jarak sejauh apapun tidak bisa menghalangi
sensitivitas hati seorang ibu kepada anaknya. Hal ini menunjukan adanya energi
cinta yang menembus dimensi. Teori superstring yang kita ambil dari ilmu fisika
bisa sedikit memperjelas hal ini. Para ilmuan di MIT, yang tergabung dalam
kelompok 18, menemukan sebuah supersimetri, yaitu sebuah persamaan matematika
yang menciptakan ruang di alam semesta terdiri atas 57 bentuk dalam 248
dimensi. Konsep supersimetri menyebutkan, andai dunia ini dibagi-bagi menjadi
bentuk apapun, sebenarya hanya ada satu titik yang melingkupinya. Artinya, ilmu
pegetahuan menemukan bahwa jarak itu tidak bisa membatasi jiwa dan ruh yang
bersemayam dalam satu titik yang sama.
Jika kita menggunakan konsep ini, dimana pun berada, hati seorang obu
selalu berada di titik yang sama. Itulah sebabnya, apa yang dirasakan anak dan
apa yang dirasakan ibu, bioelekriknya berada pada titik yang sama.
Mitokondrianya berada dalam posisi yang sama sehingga titik pertemuannya pun
sama. Dengan kata lain, perasaan seorang ibu kepada anaknya bagaikan perasaan
dia terhadap dirinya sendiri.
Sumber: The Secret of Mother, Tauhid Nur Azhar dan Eman Sulaema
Oleh Rahmadhini Istiqomah Al-Wahidah
0 komentar: